Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dengan luas wilayah 5,8 juta km2, terdiri dari wilayah teritorial sebesar 3,2 juta km2 dan wilayah Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) 2,7 juta km2. Namun pemerintah kurang serius dalam mengelola laut sebagai salah satu sumber pengahasilan negara.

Direktur Eksekutif Indonesia Maritim Institute (IMI), Y Paonganan dalam sebuah diskusi, Refleksi Maritim akhir tahun di kantor IMI Jakarta Selatan, Sabtu, menilai tahun 2012 praktis tidak ada hal serius yang dilakukan oleh pemerintah untuk memajukan sektor maritim.

Paonganan menjabarkan, dari sektor transportasi laut, masih banyak kejadian kapal tenggelam dan tabrakan membuktikan ketiadaan dokumen "roadmap to zero accident" yang menjadi acuan dalam menyusun kebijakan keselamatan transportasi. Di tahun 2012 saja tercatat setidaknya ada 4 kasus tabrakan kapal yang menewasakan 13 penumpang. Belum lagi kapal tenggelam dan terbakar di lautan.

"Dalam kurun waktu 2--3 tahun terakhir angka kecelakaan diseluruh sektor transportasi masih tinggi. Ini menunjukan  bahwa Indonesia sampai sekarang belum mampu go to zero accident sebagai dampak dari ketidakseriusan pemerintah menjalankan berbagai regulasi modal transportas. Padahal, sangat jelas transportasi laut sangat dibutuhkan untuk mengangkut penumpang dari satu pulau ke pulau lain," katanya.

Kemudian nasib nelayan Indonesia yang masih jauh dari kata sejahtera. Sulitnya nelayan Indonesia dalam menangkap ikan karena tidak ada sarana dan prasarana yang memadai. "Nelayan kita kalah bersaing dengan nelayan asing yang diduga melakukan ilegal fishing," tegasnya seraya menyebutkan, sulitnya para nelayan untuk mencari ikan, karena wilayah tangkapan sudah menjauh dari garis pantai, akibat dari kerusakan lingkungan yang semakin parah.

Dari sisi pengawasan SDA laut, Ongen biasa disapa, menilai masih jauh dari yang diharapkan. Menurutnya, penguasaan wilayah maritim lemah, illegal fishing, illegal logging masih marak terjadi.

"Penyelundupan dan perampokan di laut tidak bisa diminimalisir. Itu penyebab utama hilangnya potensi ekonomi maritim diduga mencapai Rp 218 trliun per tahun dari illegal fishing saja, hal ini juga disebabkan banyaknya institusi yang mengurus laut dan terkesan tumpang tindih," ujar dia.

Dari sisi kebijakan, sebagai negara laut Indonesia justru tidak punya regulasi yang serius. Dia menjabarakan, RUU Kelautan yang masuk Prolegnas 2010 sampai 2012 ini belum juga selesai. Bahkan, Komisi IV DPR tidak menjadikan RUU Kelautan sebagai bagian UU yang penting.

Sebagai pakar yang paham tentang kelautan, Paonganan mengimbau anggota DPR RI khususnya Komisi IV yang membidangi kelautan agar benar-benar memahami kondisi real Indonesia sebagai negara kepulauan.

"Kita (Indonesia) harus menjadi ‘negara maritim’ yang kuat sehingga martabat kita sebagai bangsa yang besar dihargai negara tetangga. Bahkan, kita harus memaksa dunia menghormati dan menghargai Indonesia sebagai negara paling strategis di dunia," katanya seraya menambahkan sebaiknya RUU Kelauatan diubah menjadi RUU Maritim karena cakupannya lebih konprehensif.(*)