RAJAWALI POS

BERITA WATAMPONE DAN SEKITARNYA

Rajawalipos.com -
Bone,

Rajawalipos : Refleksi Akhir Tahun 2012

Published on: Minggu, 30 Desember 2012 //
Assalamu Alaikum Wr.Wb. Akhirnya, kita sampai juga di penghujung tahun 2012. Waktu yang sangat tepat bagi kita untuk mengevaluasi diri apa saja yang telah kita lakukan dan apa yang belum sempat kita lakukan.Dari catatan redaksi, refleksi di akhir tahun ini adalah review terhadap capaian kemajuan yang telah dilakukan Pemerintah Kabupaten Bone  pada tahun 2012. Kemajuan fisik sudah bisa dinikmati mulai dari pembangunan jalan masuk ke desa-desa yang disponsori oleh PNPM_MP  yang tertata rapi menggunakan bahan yang agak lumayan. Selain itu, juga diimbangi program penghijauan dengan penataan taman di ruas sudut jalan dan gedung.
Refleksi lain di tahun 2012 adalah lahirnya berbagai media online di kabupaten Bone yang secara otomatis menambah wajah baru guna meningkatkan citra informasi bagi masyarakat  yang lebih baik. Hal lain yang lebih fantastis adalah manuver berbagai kandidat pilkada Bone yang bakal digelar 22 Januari 2013. Sudah barang tentu Kondisi ini disambut gembira oleh masyarakat yang kondisi ekonominya tergolong tidak mampu, pasalnya sudut-sudut kampung di wilayah kabupaten Bone ibarat hujan duit dan hujan janji-janji para kandidat.
Dalam rangka menyambut tahun 2013 ini, Komunikasi menyajikan laporan utama tentang pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) atau Information and Communication Technology di kabupaten Bone ini secara terintegrasi. Saat ini teknologi berkembang sangat cepat, menghadirkan berbagai bentuk teknologi dan kecanggihannya yang kini merasuki anak muda kabupaten Bone. Persaingan ketat terjadi antara dua teknologi komunikasi yang
dikenal seluler dan Fixed Wireless Access (FWA). Era digitalisasi telah merambah di kalangan generasi muda yang berefek menuntut pergeseran pola, dari sistem pengelolaan secara manual menuju sistem pemutakhiran melalui elektronisasi. Kemudahan dan akurasi waktu yang cepat semakin kita rasakan dengan cara praktis termasuk pelayanan akademik bagi mahasiswa . Selain itu, dengan aplikasi sistem teknologi informasi ini juga akan mempermudah dalam mendeteksi pengajar guna mendapatkan informasi yang dibutuhkan mulai dari kompetensinya, keahliannya, prestasinya, bidang mata kuliah yang diajarkan, hingga jadwal mengajarnya. Namun demikian masih harus dibarengi dengan kesiapan SDM pengelola yang memahami konsep pengembangan TIK itu sendiri karena di dalam mengimplementasikan konsep tersebut tentunya membutuhkan SDM atau aparatur yang diharapkan mampu mengelola secara baik sistem informasi yang berada di perguruan tinggi. Hal lain yang perlu mendapat perhatian dan kesadaran bersama adalah ketersediaan biaya yang tidak kecil pada tahap awal dibangunnya jaringan sistem informasi yang terintegrasi.
Memasuki tahun 2013, berbagai layanan berita online khususnya RAJAWALI POS akan berupaya meningkatkan kualitas tulisan dan tampilannya. Pada kesempatan ini pula, Tim Redaksi mengajak para pembaca untuk turut menyumbangkan tulisan dan memberikan saran serta masukannya demi peningkatan kualitas isi dan tampilan di masa mendatang. Akhir kata, tim redaksi RAJAWALI POS  berharap agar RAJAWALIPOS ini dapat menjadi sumber informasi, wacana, dan ilmu pengetahuan bagi masayarakat luas dan akademisi akademisi  untuk lebih mudah memahami info seputar lini kehidupan yang berkembang di era globalisasi. Selain itu, RAJAWALIPOS ini dapat digunakan pula sebagai sumber referensi dalam menambah pemahaman tentang berita internal di kota Watampone yang dapat disebarluaskan kepada pihak-pihak yang memerlukan. Selamat Tahun Baru 2013. Selamat Tahun Baru Hijriah 1434. Semoga Allah SWT senantiasa mengabulkan doa dan usaha keras kita semua. Terima kasih dan selamat membaca. Semoga bermanfaat.
Salam Redaksi (RAJAWALIPOS)

Pahlawan Korupsi

Published on: //
Korupsi di negeri ini memang luar biasa. Sedemikian luar biasanya sehingga KPK dan lembaga kepolisian harus bertengkar sendiri secara terbuka tentang bagaimana cara menangani anggotanya yang diduga melakukan korupsi. Andaikan sejak dini anak-anak negeri ini sudah dibiasakan taat pada aturan demi  kebaikan bersama, tentu saat ini kita relatif bebas dari korupsi. Itulah salah satu substansi pesan hasil penelitian Kohlberg tentang perkembangan moral.
Penelitian Kohlberg sampai pada kesimpulan  bahwa pada awalnya manusia  berbuat baik karena dua kemungkinan alasan: takut dihukum atau  ingin mendapatkan penghargaan. Pada tahap berikutnya, manusia berbuat baik karena loyal pada kelompok atau tokoh tertentu. Bila dua tahap tersebut dilewati secara konsisten, pada gilirannya manusia akan berbuat baik, bukan karena takut dihukum atau ingin mendapatkan penghargaan, bukan juga karena meniru kelompok atau tokoh tertentu, melainkan semata-mata karena sadar bahwa kebaikan itu harus dilakukan demi kehidupan bersama yang lebih baik.  Singkatnya, hukuman, penghargaan, teladan, dan kajian akademis terhadap nilai moral merupakan alat hierarkis pendidikan moral, termasuk pendidikan antikorupsi.
Bertolak dari kerangka teori hierarki per­kembangan moral versi Kohlberg, dapat di­simpulkan  bahwa korupsi  yang merajalela di negeri ini bersumber dari minimnya penegakan aturan secara konsisten  sejak dini. Benarkah demikian?
Kalau kita cermati realitas kehidupan sehari-hari, amat mudah ditemukan perilaku melanggar aturan yang dilakukan oleh berbagai pihak di negeri ini. Jalan raya adalah cermin wajah kita dalam hal taat pada aturan. Tidak sulit kita temukan orang tua saat  mengantar anaknya ke sekolah memakai mobil, entah mobil berharga milyaran atau puluhan juta rupiah, yang melanggar rambu-rambu lalu lintas, dan tak jarang  sambil mengoperasikan telepon.  Lalu, bagaimana mungkin orang tua dapat bertanggung jawab terhadap pendidikan anaknya secara konsisten tentang aturan berlalu lintas dan aturan lainnya, kalau  ia sendiri mengantar si anak ke sekolah sambil melanggar aturan berlalu lintas?
Masih tentang berkendaraan, di pinggiran kota sangat mudah dijumpai orang tua melatih anaknya yang masih ingusan mengendarai sepeda motor, biasanya tanpa memakai helm dan  hasilnya luar biasa. Para orang tua yang tidak bertanggung jawab tersebut sukses besar. Setiap hari libur, jalan-jalan di pinggir kota dipenuhi oleh anak-anak ingusan bersepeda motor, tanpa memakai helm, umumnya berboncengan bisa sampai empat orang dengan kecepatan mencengangkan, ada pula yang sambil mengoperasikan HP.
Aturan berkendaraan di jalan raya adalah aturan untuk kepentingan keamanan diri sendiri, tetapi pelaksanaannya dengan sendirinya akan bermanfaat bagi orang lain. Aturan ini  sangat jelas pasal-pasalnya dan mudah diawasi pelaksanaannya. Oleh karena itu, dalam konteks pendidikan antikorupsi, pertanyaannya adalah ketika aturan yang amat jelas untuk keamanan diri sendiri ini dilanggar dan dibiarkan, bagaimana mungkin orang akan menegakkan aturan yang lebih kompleks dan menyangkut kepentingan orang lain, termasuk aturan tentang  korupsi?
Tanpa harus mengacu pada hasil penelitian dan teori tertentu, dengan akal sehat saja–tentu saja bagi yang masih sehat akalnya–kita bisa paham bahwa  taat  pada aturan adalah landasan kukuh bagi kehidupan bermoral, tak terkecuali,  kehidupan minus  korupsi, suap,  dan sejenisnya. Atau kalau mau bukti sederhana tanpa teori muluk-muluk,  coba tengok negeri-negeri yang bersih dari korupsi. Ketertiban mereka di jalan raya sungguh luar biasa. Kuncinya hanya satu, penegakan aturan secara konsisten tanpa kompromi. Bagi mereka, aturan adalah aturan yang tidak boleh diatur lagi sesuka hati oleh siapa pun.
Singkat kata, mari kita jadikan tahun 2013  ini sebagai momentum mengukuhkan niat untuk menaati aturan, kapan pun dan di mana pun kita berada sebagai sumbangan gratis kita kepada negeri ini dalam memberantas korupsi. Kalau negeri-negeri tidak ber-Pancasila dan sekuler saja bisa membersihkan diri dari korupsi, seharusnya negeri ini bisa melakukannya lebih cepat dan lebih baik. Selamat menikmati kebahagiaan berwisuda dan ber-dies natalis, katakan tidak pada manipulasi aturan sebagai landasan pemberantasan korupsi.  Kita pasti bisa. Karena memang Kita Bisa

Pesugihan kethek di Ngujang, jelmaan 2 santri yang dikutuk

Published on: //
 Pesugihan kethek di Ngujang, jelmaan 2 santri yang dikutuk
Banyak cara meraih kekayaan dengan kerja keras dan halal, tapi tak sedikit pula orang yang ingin kaya secara instan. Bahkan rela bersekutu dengan setan, yaitu dengan cara ritual pesugihan.

Di Jawa Timur, ada banyak tempat untuk ritual ngipri atau pesugihan. Salah satunya di daerah Ngujang, Tulungagung. Di tempat ini terkenal dengan pesugihan monyet atau kera, atau dalam Bahasa Jawa biasa disebut kethek.

Tidaklah sulit menemukan tempat ritual pesugihan ini. Jika hendak menuju Kota Tulungagung, para wisatawan yang datang dari arah utara, pasti melewati Desa Ngujang. Dan jika para wisatawan (biasanya mereka berwisata di daerah Popoh, yang menjadi salah satu obyek wisata Pantai Selatan di Jawa Timur) yang melewati Desa Ngujang, mereka akan mengira tempat ini adalah area komplek lokalisasi. Sebab, selain terkenal sebagai tempat pesugihan, Desa Ngujang juga dikenal sebagai lokalisasi atau komplek tempat para pekerja seks komersial (PSK) mengais rezeki.

Sementara area pesugihan 'kethek' berada di kompleks pemakaman umum, di sebelah selatan Sungai Brantas, tepatnya di sisi utara Desa Ngujang. Di tempat tersebut, terdapat dua makam umum di sisi kiri dan kanan. Kedua makam itu saling berhadap-hadapan dan hanya dipisah jalan raya.

Satu komplek pemakaman Pecinan atau China, satunya lagi makam Jawa. Dan di tempat inilah, tempat hidup dan berkumpulnya ratusan, bahkan ribuan monyet, atau warga sekitar biasa menyebutnya lokasi Kethekan.

"Di situ, orang-orang yang datang, biasanya meminta pesugihan," terang Wignyo, warga Desa Campur Darat, Tulungagung.

Lelaki paruh baya, yang juga dikenal sebagai salah satu tokoh spiritual di Tulungagung itu juga menceritakan, ada tata cara khusus untuk menjalani ritual pesugihan di Ngujang. Ada perjanjian-perjanjian khusus yang harus dipenuhi sang pemuja sebagai mahar (mas kawin).

"Termasuk dia (pemuja pesugihan) harus bersedia menjadi penghuni makam Ngujang dan berkumpul bersama kethek-kethek di sana ketika ajal menjemput. Saat masih hidup-pun, si pemuja juga wajib memberi tumbal kepada mahkluk ghaib yang menguasai makam Ngujang."

Sementara warga sekitar, meyakini kalau kethek-kethek yang menghuni makam Ngujang, adalah perwujudan si pemuja pesugihan yang sudah meninggal, termasuk wujud tumbal yang pernah dijadikan persembahan si pemuja semasa hidupnya. Singkat kata, monyet-monyet itu adalah mahkluk jadi-jadian alias jelmaan siluman.

Namun populasi monyet-monyet itu tidak bertambah maupun berkurang dari dulu. Dalam bahasa ilmiah, angka kelahiran monyet itu sama dengan angka kematiannya.

Sedangkan menurut Mohammad Toif, warga Sepanjang, Sidoarjo yang mengaku sempat singgah dan bercakap-cakap dengan juru kunci makam Ngujang menceritakan, sejarah Kethekan.

Sejarahe Kethekan, cerita Toif yang didapat dari juru kunci makam Desa Ngujang. Dahulu kala, ada sebuah Pondok Pesantren di Desa Ngantru yang berada tidak jauh dari Desa Ngujang. "Sampai sekarang pesantren itu masih ada," katanya.

Suatu hari, lanjut Toif, dua orang santri Ponpes tersebut, laki-laki dan perempuan, tengah bermain-main di sekitar dua komplek makam. "Dahulu tempat tersebut bukanlah makam, hanya tempat biasa yang rindang karena banyak pohon-pohon besar yang tumbuh," terang Toif menceritakan cerita sang juru kunci.

Sekarang pun pohon-pohon besar masih bisa dijumpai di areal pemakaman. "Dua santri itu sengaja membolos dari pengajian untuk bermain-main di tempat yang kini dijadikan tempat muja. Mereka bermain sambil memanjat pohon di tempat tersebut. Karena asyik bermain, kedua santri tersebut, lupa kalau ada pengajian rutin di pesantren tempat mereka belajar. Namun, tiba-tiba salah satu kiai mereka datang dan bertemu dengan dua santrinya yang asyik bermain tersebut," kata Toif melanjutkan ceritanya.

Kedua santri itu masih asyik memanjat pohon ketika kiai mereka datang. Sedangkan sang kiai yang melihat kedua santrinya tidak mengikuti pengajian, menegur dua bocah tersebut. Kata sang kiai: "Nduk, le, kalian kok tidak ikut ngaji? Lihat teman-teman kalian sedang mengaji di pondok. Kalian kok malah memanjat pohon di sini, seperti kethek saja."

Menurut orang-orang kuno, kata Toif menegaskan, khususnya orang-orang linuweh (sakti) seperti para kiai, kata-katanya ibarat kutukan. "Kedua santri itu, konon menjadi monyet yang hidup di sekitar makam Desa Ngujang. Monyet yang sering terlihat di sekitar makam Ngujang itu, adalah keturunan dari dua santri yang dikutuk menjadi monyet oleh kiai pondok tersebut. Sejak saat itu, desa itu disebut sebagai desa Ngujang yang berasal dari kata pawejangan, yang artinya tempat menuntut ilmu (pondok pesantren)."

Selanjutnya, dari zaman ke zaman, makam Ngujang atau Kethekan, dijadikan tempat mencari pesugihan. Barang siapa yang meminta juru kunci untuk membantu mencari pesugihan, dia (si pemuja) diberi seekor monyet yang dijadikan peliharaan untuk dapat mendatangkan rezeki.

"Sebelum dihadiahi seekor monyet, si pemuja diminta melakukan ritual terlebih dahulu. Dan setiap tahun pada tanggal 1 Suro, semua orang yang pernah mencari pesugihan di sana, dimintai sumbangan tertentu untuk mengadakan ritual semacam selamatan. Semua orang yang pernah mencari pesugihan di sana akan diundang dalam acara selamatan tersebut," pungkas Toif mengakhiri cerita yang pernah dia dapat secara kebetulan di Desa Ngujang.

Marak kesurupan, korban banjir lahar Merapi ritual tolak bala

Published on: //
 Marak kesurupan, korban banjir lahar Merapi ritual tolak bala
Puluhan warga Dusun Gempol, Desa Jumoyo, Kecamatan Salam, Kabupaten Magelang yang merupakan korban banjir lahar dingin Merapi, sering mengalami kesurupan. Mencegah peristiwa itu terus berulang, seorang paranormal meminta warga melakukan ritual tolak bala dengan memotong dua ekor kambing.

Tapi kambing yang dipotong bukan sembarang kambing. Sesuai arahan si paranormal, kambing yang dipotong harus memiliki ciri berkacamata atau bulu di sekitar matanya berwarna hitam.

Usai dipotong, darah kambing kemudian ditanam ke dalam tanah yang sudah digali. Pantauan merdeka.com di lokasi, Minggu (30/12), ada empat titik di perkampungan Dusun Gempol yang dijadikan tempat ditanamnya darah kambing itu.

Sementara kepala kambing, ditanam di tengah-tengah dusun dekat dengan Musala Arohman. Selain untuk tolak bala, ritual ini juga dipercaya untuk menghindari perkampungan mereka dari terjangan banjir lahar dingin di Kali Putih , Magelang, seperti yang pernah terjadi dua tahun lalu.

Kepala Dusun (Kadus) Gempol, Desa Jumoyo, Kecamatan Salam, Magelang, Sudiyanto menjelaskan, ritual tolak bala dengan menyembelih dua kambing ini sebagai permohonan kepada Allah SWT agar mereka terbebas dari berbagai bencana.

"Sebelum banjir kemarin, pasca pengerjaan proyek jembatan Kali Putih di jalan Raya Magelang-Yogya, banyak warga yang sakit. Dalam bentuk panas, kesurupan dan meracau yang tidak-tidak. Sehingga warga mengundang paranormal. Setelah disembuhkan ternyata paranormal berikan isyarat supaya warga tidak ada gangguan dengan memberikan sesaji. Dua kambing itulah sesaji itu. Memotong kambing yang ada kacamatanya," jelas Sudiyanto yang ditemui usai ritual di Dusun Gempol.

Sudiyanto menjelaskan, kesurupan yang terjadi tidak hanya menimpa satu-dua orang, bahkan ada yang satu keluarga. Diduga mereka kerasukan arwah leluhur desa. Untuk penyembuhan, biasanya paranormal sebagai mediator meminum air yang telah didoakan dan dibawa ke kompleks makam Dusun Gempol. Setelah itu warga terbebas dari kerasukan roh.

"Air putih didoakan oleh sang paranormal dengan membaca ayat-ayat suci Alquran, terus dia berkomunikasi dengan warga yang kesurupan. Ternyata makhluk halus minta sesuatu. Paranormal bawa seperti rumput dikasihkan ke makam neneknya atau leluhurnya alhamdulillah sembuh," ujarnya.

Selain penyembelihan kambing, warga juga mengadakan selamatan, mujadah dan doa bersama agar warga selamat.

"Dusun aman dari mara bahaya terutama permohonan warga untuk kembali ke dusun bisa dikabulkan dan diperhatikan pemerintah. Dan kami jangan sampai dianaktirikan oleh pemerintah," harap Sudiyanto.

Sampai saat ini sebanyak 20 kepala keluarga (KK) atau sekitar 50 jiwa masih bertahan di dusun yang sebelumnya diterjang banjir lahar dingin itu.

Isu Sains Paling Heboh Sepanjang Tahun 2012

Published on: //
 
Flickriver Serangga Tomcat yang memproduksi racun paederin, menyebabkan dermatitis.
 Beberapa isu astronomi, satwa dan arkeologi sempat membuat heboh masyarakat Indonesia sepanjang 2012. Selain menjadi pembicaraan hangat secara lisan ataupun lewat media sosial, isu tersebut juga menuai banyak tanggapan dari pembaca Kompas.com. Berikut isu tersebut :

Kiamat 2012

Kiamat 2012 yang didasarkan pada kesalahan interpretasi kalender panjang suku Maya adalah yang paling membuat heboh. Nyatanya, kiamat tak terjadi. Beragam skenario kiamat terkait antariksa ataupun gejolak Bumi dan Matahari tak terbukti. Kepanikan soal kiamat adalah bentuk ketakutan manusia pada kematian.

Apakah kiamat akan terjadi? Dalam kosmologi, ada beberapa pandangan tentang akhir semesta, bisa berupa Big Bounce, Big Freeze, Big Crunch ataupun Big Rip. Kiamat bisa terjadi setelah bintang terakhir mati dan lubang hitam menguap. Namun, jangan bayangkan kiamat begitu keras. Kiamat, jika dalam sains terbukti ada, akan terjadi dengan "dingin".

"Partikel Tuhan"
Tanggal 4 Juli 2012, Organisasi Riset Nuklir Eropa (CERN) mengumumkan keberhasilannya menemukan partikel yang "mirip" Higgs Boson. Higgs Boson atau kadang juga disebut "partikel tuhan" bakal menyempurnakan Moel Standar Fisika Partikel. Partikel ini tak ada hubungannya dengan Tuhan.

Temuan yang diumumkan dikatakan "mirip" sebab beberapa ilmuwan yakin bahwa yang ditemukan adalah Higgs Boson namun belum memiliki bukti yang sahih untuk menyatakannya. Hingga saat ini, proses pembuktian masih berlangsung.

Higgs Boson berperan memberikan massa pada partikel. Kalangan ilmuwan ada yang menyambut gembira penemuan CERN tahun ini. Namun, ada ilmuwan lain pula yang lebih tertarik jika partikel yang ditemukan bukan Higgs Boson. Akan ada lebih banyak pertanyaan yang bisa diajukan.

Serangga Tomcat
Serangga tomcat sempat menbuat heboh Indonesia pada bulan Maret. Tomcat menyerang masyarakat di Surabaya dan beberapa daerah, mengakibatkan kulit melepuh. Dikatakan, racun serangga ini melebihi racun kobra.

Meski beracun, tomcat tak mematikan dan tak perlu dibasmi. Ada beberapa cara untuk mengusirnya dan mencegah dampak negatifnya. Tomcat terdiri dari 12 spesies serangga. Nama tomcat diberikan karena kemiripan bentuknya dengan pesawat Tomcat F-14. Serangga ini umum dijumpai di Indonesia.

Badai Matahari

Isu badai Matahari merebak sekitar bulan Januari 2012. Dikatakan, tahun 2012 adalah puncak aktivitas Matahari sehingga frekuensi terjadinya badai Matahari semakin besar, demikian pula kekuatannya.

Badai Matahari terkuat sejak tahun 2005 sempat terjadi pada 23 Januari 2012. Ada yang menghubungkan badai Matahari dengan kiamat. Namun, badai Matahari hanya berpotensi mengganggu sistem komunikasi, listrik dan membutakan satelit.

Paus Terdampar
Ada beberapa isu paus terdampar sepanjang tahun 2012. Salah satunya paus sperma yang terdampar di pantai Pakisjaya pada Juli 2012 lalu. Paus yang terdampar sempat diselamatkan namun  akhirnya terdampar kembali di pantai Muaragembong.

Bulan Oktober, sejumlah 46 paus pilot bersirip pendek (Globicephala macrorhynchus) terdampar di Nusa Tenggara Timur. Sebanyak 44 diantaranya mati. Kasus terdamparnya paus dan upaya penyelamatannya memberi pelajaran mencintai satwa.

Transit Venus
Transit Venus adalah saat di mana Venus berada di antara Bumi dan Matahari. Venus tampak sebagai titik hitam di muka Matahari dilihat dari sudut pandang manusia di Bumi. Fenomena ini terjadi pada 6 Juni 2012 lalu. Tergolong langka, transit Venus baru akan terjadi 105 tahun lagi.
Indonesia Timur beruntung menyaksikan fenomena ini secara lengkap. Universe Awareness menggelar pengamatan di Atambua. Komunitas Langit Selatan menggelar pengamatan di Ambon. Di Indonesia Barat, fenomena juga bisa dilihat. Pengamatan dilakukan di Planetarium Jakarta dan Jogja Astro Club.

Transit Venus dirayakan oleh masyarakat. Di Planetarium Jakarta, ratusan pengunjung, mulai dari anak-anak hingga orangtua, antuasias menyaksikan fenomena ini. Beberapa pelajar dan pegawai negeri sipil membolos untuk menyaksikan fenomena sekali seumur hidup ini.(Kompas)

Bangsa Bugis Memanusiakan Tamu dengan Tiga Lembar Sarung

Published on: //
Sarung dan orang Bugis, sebuah keniscayaan yang hakiki. Pada banyak tempat, orang yang senantiasa memakai atau memakai sarung pasti selalu diidentikkan dengan orang Sulawesi. Kata Sulawesi mewakili suku Bugis, Makassar, Mandar, Toraja, Tolotang, Kajang serta beberapa sub etnis lainnya di Sulawesi Selatan, berikut suku dan etnis di wilayah Sulawesi Tenggara, Sulawesi Barat, Sulawesi Tengah dan Gorongtalo.

Memakai sarung memang identik dengan mereka, hampir semua aspek kehidupan dan aktifitas keseharian mereka lekat dengan sarung. Sarung dapat mereka pakai untuk acara resmi, semi resmi dan tidak resmi. Sarung dapat mereka pakai di dalam rumah, di luar rumah hingga di tempat umum. Sarung dapat juga mereka pakai untuk tidur, makan, bekerja di ladang, menggarap sawah, beribadah hingga bersenggama.

Seorang rekan penghuni asrama mahasiswa di Yogyakarta lebih memilih memakai sarung untuk mengeringkan badannya setelah mandi dibanding memakai handuk. Baginya dengan memakai sarung, maka “ritual” mandinya terasa lebih sempurna, betul-betul terasa telah mandi karena lembabnya kain sarung akibat resapan air mandi dalam sarung itu membuat kulitnya terus basah. Beda jika memakai handuk, dengan cara melapkan kesukujur tubuh, sehingga air mandi langsung hilang, dan kulitpun kembali kering.

Rekan lainnya yang berjenis kelamin perempuan bertutur,  ia lebih merasa lebih aman jika mandi dengan berbalut kain sarung ditubuhnya, dibanding hanya menutupi bagian vitalnya dengan pakaian dalam apalagi tampa penutup sama sekali. Tidak hanya jika ia mandi di tempat terbuka, melainkan juga jika ia dalam kamar mandi sekalipun, meski kamar mandi itu berada dalam kamar pribadinya.

Seorang rekan perempuan lainnya yang berprofesi sebagai dosen di Universitas Islam Negeri Malang, sebut saja Ike.  Saat berkunjung ke Bumi Galesong (Takalar) tahun lalu, ia mengaku terkaget-kaget dengan sambutan tuan rumah. Setelah ia diantar memasuki kamar istirahatnya, tak selang lima menit tuan rumah kembali datang menyodorkan tiga lembar sarung untuknya.

Gamang. Itulah yang dirasakannya saat itu, selain tidak terbiasa memakai sarung, sodoran tiga lembar sarung itu makin membuatnya mati kata. Gamang karena tidak tahu untuk apa sarung sebanyak itu. Ia mati kata, karena enggan bertanya pada tuan rumah, lidahnya keluh.

Melihat latar belakang Ike yang berdarah Maluku dan besar di Malang, maka wajar jika ia gamang. Menjadi tidak wajar jika yang gamang adalah orang Bugis sendiri baik itu yang telah merantau ataupun yang masih berkalang di tanah Sulawesi. Golongan yang disebut terakhir ini semoga tidak terlalu banyak jumlahnya.

Tiga lembar sarung yang disodorkan kepada para tetamu memiliki perbedaan baik dari segi bahan, ukuran dan peruntukan. Tiga sarung tersebut masing-masing sarung untuk tidur, sarung untuk mandi dan sarung untuk shalat (bagi tamu muslim). Sarung ketiga ditambahkan untuk melengkapi 2 jenis sarung sebelumnya seiring dengan diterapkan hukum syariat Islam sebagai bagian dari Pangaderengmasyarakat Bugis (Makassar: Pagadakkang), melengkapi empat komponen hukum adat sebelumnya yakni; adeq, bicara, wari dan rapang.

Sarung tidur (Lipa Tinro), merupakan sarung wajib dan menjadi prioritas utama untuk disodorkan oleh tuan rumah. Sarung ini biasanya berbahan (dominan) benang katun, sehingga kainnya luwes dan dapat dengan mudah melekat jatuh pada bentuk tubuh pemakainya. Motifnya sederhana hanya berupa permainan warna, corak atau berupa motif tumbuhan yang dibuat dengan tehnik cap, batik atau sablon. Sarung ini biasanya bukan hasil tenunan melainkan sarung tekstil (buatan pabrik).

Sarung mandi (Lipa Cemme),  memiliki bahan, corak dan motif yang relatif sama dengan sarung tidur. Perbedaan terletak pada warna tampilan yang terlihat lebih kusam dibanding sarung lainnya. Warna kusam yang tampak adalah efek dari seringnya sarung ini dibasahi atau dicuci setiap kali sarung ini dipakai mandi oleh pemakainya. Adakalanya, sarung mandi tidak disodorkan bersamaan dengan dua sarung lainnya, biasanya tuan rumah sudah menempatkan sarung mandi ini didalam kamar mandi, terutama jika kamar mandi tersebut berada dalam ruang tidur tadi (kamar mandi dalam).

Sarung shalat (Lipa Sempajang) adalah satu-satunya sarung yang memiliki bahan, corak dan motif yang biasanya berbeda dengan dua sarung sebelumnya. Kebanyakan sarung ini terbuat dari benang katun dengan tambahan benang plastik sintetis berwarna (Bugis : Gengang) sebagai komponen utama yang memunculkan corak dan motif pada sarung tersebut. Adakalanya pula terbuat dari bahan benang sutera, untuk bahan sutera masih menajadi bahan perdebatan di masyarakat Bugis sendiri. Ajaran agama Islam yang banyak dianut oleh masyarakat Bugis masih menempatkan keberadaan sarung sutera sebagai persoalan mutasyabihat, ada yang mengharamkan ada yang menghalalkan adapula yang memberi hukum jaiz. Bagi tuan rumah yang mampu, biasanya sarung shalat yang disodorkan adalah hasil tenunan. Bagi yang lain cukup dengan sarung pabrikan, tetapi yang masih baru atau relatif baru.

Diluar tiga sarung tersebut, boleh jadi dalam ruang tidur tamu terdapat tambahan satu sarung lagi. Sarung tersebut adalah sarung senggama. Hanya Anda yang memenuhi syarat berikut yang bisa memakai sarung tersebut. Syarat tersebut adalah; Anda sudah menikah, Anda mampu menahan malu untuk melakukan ritual suami istri tersebut di rumah orang lain dan terakhir Anda harus membawa sendiri sarung tersebut. Lebih lengkap tentang sarung senggama (red). Jika Anda adalah tamu yang tahu diri, maka hindari dan tahanlah untuk melakukan ritual tersebut di rumah orang lain.

Tiga lembar sarung yang disodorkan pada setiap tamu bagi orang Bugis menjadi sebuah keharusan sebagai bentuk penghormatan dan memanusiakan tamu.

Jenis-jenis Lontara Bangsa Bugis

Published on: //
Pada dasarnya penulisan LONTARA' mempunyai perspektif yang luas sesuai dengan kondisi sosial, budaya, ekonomi dan politik manusia Bugis dahulu kala. Oleh karenanya lontaraq terdiri atas beragam jenis berdasarkan tema/isi yang dikandung dalam lontara'. Berikut ini dapat disimak jenis-jenis lontara' yang dimakasud yang diuraikan secara komprehensif.

1. Lontara' Pappaseng (pesan)
Lontara' Paseng ialah sekumpulan pedoman hidup yang berisi petuah tentang sebab akibat yang berlaku pada masa lalu, masa sekarang, dan masa akan datang. Lontara' Pappaseng merupakan kumpulan amanat atau pesan orang-orang bijak, orang terkemuka atau keluarga, yang ditulis dan disuratkan yang kemudian diwariskan turun temurun. Paseng semacam ini dijadikan kaidah hidup dalam masyarakat. Paseng ini ada kalanya berisi cara-cara pelaksanaan pemerintahan yang baik, cara-cara pelaksanaan hubungan kekeluargaan dan lain-lain sebagainya.

2. Lontara' Paggalung (pertanian)
Lontara' Paggalung ialah lontaraq yang isinya menjelaskan keadaan-keadaan cuaca, musim, keadaan hujan, tanam-tanaman yang baik ditanam dan lain-lain sebagainya. Dengan kata lain, lontara' Paggalung merupakan lontara' yang banyak hubungannya dengan pelaksanaan pertanian.

3. Lontara' Sure'-sure' (surat-surat)
Lontara'- lontara' yang berukuran kecil yang biasanya tidak banyak isi dan lembarannya, dinamakan sure'-sure'. Sure'-sure' ini bermacam-macam pula, antara lain ialah :
a. Sure' Eja-eja (gadis remaja)
Sure' eja-eja mengandung nyanyian-nyanyian yang biasa dinamakan eja-eja. Nyanyian eja-eja biasa dinyanyikan pada waktu menaiki rumah baru, mengadakan perkawinan dan upacara-upacara yang lain.
b. Lontara' kotika (astrologi)
Sure'-sure' kotika berisi keterangan mengenai hari baik dan hari buruk yang biasa juga disebut hari naas, langkah baik atau langkah buruk dalam suatu perjalanan, untung ruginya perdagangan, cocok tidaknya pasangan mempelai, ayam berbulu apa yang menang apabila disabung dan lain-lain.
c. Sure'-sure' Appanoreng Bine (menurunkan benih padi)
Sure'-sure' Appanoreng Bine adalah semacam sure'-sure' yang dibaca pada waktu mengadakan upacara maddoja bine (berjaga benih pada waktu malam), yaitu pada malam menjelang akan disemaikannya benih padi pada keesokan harinya.

4. Lontara' Pattaungeng (catatan harian)
Lontara' Pattaungeng ini disamping berisi masalah kehidupan pribadi, keluarga dan tetangga, juga berisi masalah umum yang terjadi setiap waktu, seperti kelahiran dan kematian seseorang, kejadian-kejadian luar biasa, baik yang mengandung nilai sejarah maupun yang mengandung peringatan-peringatan lainnya. Lontara' semacam ini biasa disimpan oleh anak cucu si penulis dan biasa pula hanya menjadi dokumen berharga saja kalau penulisnya meninggal dunia. Lontara sejenis ini seperti Lontara' Pattaungenna La Temmassonge

5. Lontara' Ade' (adat)
Lontara' Ade' yaitu kronik ade'  atau Lontara' Pabbicara yang mengandung catatan-catatan hhkum adat dan adat kebiasaan. Lontara' Ade' banyak membicarakan masalah hukum.

6. Lontara' Uluada (perjanjian)
Lontara' Uluada mengandung himpunan rumus-rumus perjanjian antara satu kerajaan dengan kerajaan lainnya.
7. Lontara' Allopi-loping (pelayaran)
Lontara' Allopi-loping yaitu lontara' yang berisi hukum adat pelayaran. Termasuk batas-batas zona pelayaran seperti yang berlaku sekarang ini.
8. Lontara' Pangoriseng (silsilah)
Lontara' Pangoriseng sering juga disebut stamboon atau stambuk, yang berisi tentang silsilah keturunan suatu keluarga.

9. Lontara' Attoriolong (tata krama orang-orang dahulu)
Lontara' Attoriolong ialah sekumpulan catatan-catatan mengenai asal-usul (silsilah) turun temurun raja-raja, keluarga bangsawan dan keluarga tertentu. Dari attoriolong ini biasa diambil bahan-bahan menyusun sejarah atau menyusun stamboom atau stambuk seseorang. Disamping itu attoriolong berfungsi sebagai catatan-catatan peristiwa yang lalu, yang dilakukan atau yang dialami orang dahulu kala. Lontara' semacam ini banyak dimiliki oleh orang terkemuka. Lontara' Attoriolong juga banyak menjelaskan hubungan perkawinan raja-raja didaerah lain seperti Lontara' Akkarungeng Ri Bone.

10. Lontara' Pau-pau ri Kadong (hikayat atau legenda)
Pau-pau ri Kadong ialah cerita rakyat yang mengandung legenda-legenda mengenai kejadian-kejadian atau peristiwa-peristiwa luar biasa yang masih diragukan kebenarannya. Pau-pau ri Kadong melukiskan sesuatu dengan berbagai macam gaya fantastis (metafora), yang tujuannya semata-mata untuk memberikan daya tarik. Cerita seperti ini biasa diceritakan pada waktu tengah malam agar orang yang sedang berjaga-jaga tidak mengantuk dan sering juga dikisahkan oleh orang tua pada waktu meninabobokkan sang buah hati.

11. Lontara' Pangaja (nasihat)
Lontara' Pangaja ialah kumpulan pedoman hidup atau nasehat-nasehat yang diberikan oleh orang tua kepada anak keturunannya.  Lontara' Pangaja ini ada setelah seseorang melakukan perbuatan yang kurang baik.

Feed!

Technology

Budaya

RSS Feed!
RSS Feed!
RSS Feed!
Subscribe to our RSS Feed! Follow us on Facebook! Follow us on Twitter! Visit our LinkedIn Profile!
Feed!

INFORMASI TERBARU


Tabulasi

Main Menu

Artikel (2) Berita (10) Budaya (4) Kesehatan (2) Kuliner (2) Politik (4) Redaksi (2) Sulsel (5) Teknologi (5)

Top News

Tanggapan __ Pembaca